
Jakarta – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan bahwa stok beras sebesar 3,1 juta ton saat ini akan disalurkan melalui program bantuan pangan. Namun, penyaluran tersebut masih akan ditunda hingga proses panen raya selesai.
“Ya, nanti (penyaluran beras), karena sekarang lagi bicara serap. Kalau sekarang lagi nyerap, kemudian dikirim lagi, nanti beras-beras itu juga yang kembali ke Bulog,” ujar Arief dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (29/4/2025).

Menurut Arief, jika beras disalurkan saat ini, maka harga gabah kering panen (GKP) akan tertekan dan turun, mengingat produksi petani yang sedang melimpah. Oleh karena itu, saat ini Bulog sedang fokus pada penyerapannya.
Bapanas menunda penyaluran bantuan pangan hingga panen raya selesai. Setelah itu, bantuan akan kembali disalurkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Untuk dua bulan ini, petani masih menikmati hasil panen mereka, dan pemerintah akan terus menyerap beras petani dengan target hingga 3 juta ton. Sekarang ini, stok beras yang sudah masuk Bulog sekitar 1,4 hingga 1,5 juta ton,” lanjut Arief.
Stok cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini diperkirakan sebanyak 3 juta ton, terdiri dari serapan Bulog sebesar 1,5 juta ton dan stok awal tahun sebesar 1,9 hingga 2 juta ton. Stok awal tahun tersebut telah berkurang sekitar 140 ribu ton akibat penyaluran stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) pada Januari hingga Februari.
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, sebelumnya menyatakan bahwa CBP Indonesia mencapai 3,18 juta ton, yang merupakan stok tertinggi sepanjang 23 tahun terakhir.
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mengingatkan bahwa pemerintah harus memastikan ada ruang penyaluran yang jelas untuk stok beras yang besar ini. “Beras adalah barang yang tidak tahan lama. Jika disimpan terlalu lama, kualitasnya akan menurun,” katanya.
Khudori juga menyoroti dua saluran utama untuk penyaluran beras, yaitu program bantuan pangan non-tunai dan operasi pasar stabilisasi harga pangan. Program bantuan pangan non-tunai, yang telah berjalan sejak 2017, menggantikan program beras untuk keluarga miskin (raskin). Namun, menurut Khudori, kedua saluran ini tidak selalu pasti.
Dia juga menegaskan bahwa penyaluran bantuan pangan beras yang semestinya dimulai pada awal tahun 2025 terhenti, dengan alasan produksi beras yang melimpah. Namun, Khudori mempertanyakan apakah produksi tersebut benar-benar melimpah, mengingat situasi paceklik yang terjadi pada Januari dan Februari 2025.
Dengan stok beras yang melimpah, pemerintah diharapkan dapat segera mengatur penyalurannya untuk menghindari kerugian dan memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat.
