Surabaya – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik perdagangan ilegal sianida di dua lokasi di Jawa Timur, yakni di Surabaya dan Pasuruan. Kasus ini diungkap melalui penyelidikan terhadap PT. SHC yang dipimpin oleh SE selaku direktur perusahaan tersebut.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, menyampaikan bahwa penggerebekan pertama dilakukan di pergudangan Jalan Margo Mulia Indah Blok H/9A, Tandes, Surabaya, Kamis (9/5/2025). Di lokasi ini, petugas menemukan 1.092 drum sianida berwarna putih, 710 drum sianida berwarna hitam dari Hebei Chengxin Co. Ltd China, dan 296 drum sianida tanpa stiker.
“Selain itu, kami juga mengamankan 250 drum sianida berwarna hitam tanpa stiker, 62 drum berwarna telur asin dari Taekwang Ind. Co. Ltd Korea PPI dengan hologram, 88 drum berwarna telur asin tanpa hologram, serta 83 drum sianida dari PT. Sarinah,” ujar Kombes Pol Jules.
Lokasi kedua berada di Gudang Garam, Gempol, Pasuruan. Di sini, tim Bareskrim Polri menyita 3.520 drum sianida merek Guangan Chengxin Chemical yang berwarna telur asin.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjend Pol Nunung Syaifuddin, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari informasi mengenai perdagangan bahan kimia berbahaya jenis sodium cyanide yang diduga tanpa izin resmi.
“Dalam penyidikan, diketahui bahwa tersangka SE mengimpor sianida dari Cina menggunakan dokumen perusahaan lain yang bergerak di bidang pertambangan emas tetapi tidak berproduksi,” terang Brigjend Nunung.
Modus yang digunakan adalah melepas label merek pada drum sebelum didistribusikan untuk menghilangkan jejak. Dari penyelidikan, diketahui omzet perdagangan ilegal ini mencapai Rp 59 miliar dalam kurun waktu satu tahun dengan estimasi harga per drum Rp 6 juta.
“Kami terus mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat, baik internal maupun eksternal perusahaan ini,” tambahnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 24 ayat (1) Juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, serta Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f Juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 10 miliar.