Surabaya – Dugaan perundungan terhadap salah satu siswa SD Negeri di Surabaya memantik reaksi cepat dari DPRD Kota Surabaya. Anggota Komisi D, Abdul Ghoni Mukhlas Ni’am, turun langsung ke lokasi dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) guna memastikan penanganan kasus berjalan serius dan sesuai prosedur.
Dalam sidak yang dilakukan pada Minggu (25/5/2025), Abdul Ghoni menyatakan kegeramannya atas sikap diam pihak sekolah ketika tindakan perundungan terjadi. Menurutnya, ketidakpekaan tenaga pendidik terhadap insiden semacam ini justru dapat memperparah kondisi psikologis siswa.
“Kami sangat khawatir jika siswa yang menjadi korban perundungan mengalami trauma hingga enggan masuk sekolah. Ini bukan sekadar pelanggaran tata tertib, tapi menyangkut masa depan anak,” ujarnya tegas.
Ghoni menekankan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan mendukung tumbuh kembang siswa secara menyeluruh. Dalam kunjungannya, ia juga mendorong pihak sekolah untuk memperkuat edukasi anti-bullying dan menjalin kerja sama erat antara guru, siswa, dan orang tua.
“Sekolah tidak bisa bekerja sendiri. Orang tua juga harus ambil peran aktif, tidak bisa menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak ke lembaga formal. Karakter anak terbentuk dari rumah dan lingkungan sosialnya,” jelas politisi dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Ia juga mengingatkan kembali peran guru yang telah ditegaskan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, bahwa pendidik tidak hanya bertugas pada aspek akademis, melainkan juga sebagai pembimbing karakter.
Menurutnya, guru harus menjadi mitra utama dalam menanamkan nilai-nilai moral dan sosial sejak dini. Bahkan, Ghoni berharap para guru juga aktif dalam kegiatan masyarakat sebagai bentuk keterlibatan nyata dalam proses pembentukan karakter peserta didik.
Dalam kesempatan itu, ia mendesak Dinas Pendidikan Kota Surabaya untuk melakukan sosialisasi secara menyeluruh mengenai peran dan tanggung jawab guru dalam mencegah kekerasan dan perundungan di sekolah.
“Perlindungan peserta didik tidak bisa dilakukan secara parsial. Harus melalui pendekatan holistik dan kolaboratif agar lingkungan sekolah benar-benar menjadi tempat yang aman bagi anak untuk belajar dan tumbuh,” pungkasnya.