Surabaya – Moh Iksan didakwa terlibat dalam praktik jual beli barang yang diduga berasal dari tindak kejahatan. Dia menerima barang curian dari Busro (berkas terpisah) berupa koleksi uang kuno milik korban Budi Setiawan.
Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fathol Rosyid dari Kejari Surabaya menghadirkan saksi korban ke ruang sidang Sari 3, Pengadilan Negeri Surabaya, untuk memberikan keterangan terkait barang koleksinya yang hilang tersebut.
Menurut Budi Setiawan, soal kehilangan barang koleksi miliknya sudah seringkali terjadi. Dia hanya beranggapan bila koleksinya itu lupa taruh saja. Namun, dirinya mengaku baru mengetahui kehilangan banyak barang di 2025.
“Saat itu saya mau kirim barang koleksi saya. Tetapi kok waktu mau saya ambil itu hilang. Koleksi uang kuno itu ada yang saya taruh di rumah dan toko Mirota. Yang hilang di gudang,” kata Budi Setiawan, Rabu (10/09/25).
Lebih lanjut, kolektor yang berdomisili di Jl Bawean Surabaya itu mengaku memiliki dua karyawan gudang. Salah satunya yaitu Busro. “Busro itu orang karyawan kepercayaan saya. Bisa keluar masuk kapan saja. Ada yang jaga, tetapi tidak memperhatikan karena tahu Pak Busro siapa,” ucapnya.
Saat ditanya apakah mengenal terdakwa Moh Iksan, korban menyampaikan sudah kenal lama. Karena, selain mendapat uang kuno dari sumber lainnya, koleksi milik terdakwa juga pernah dibelinya.
“Sudah kenal lama. Karena, Pak Iksan ini pengepul (uang kuno). Jadi saya juga pernah dapat barang koleksi dari dia,” ucapnya.
Sementara itu, terkait dengan terbongkarnya kasus pencurian ribuan uang kuno dalam bentuk koin dan kertas miliknya itu, Budi mengaku mengetahui dari rekaman CCTV. “Saya tahunya dari CCTV. Di situ yang ngambil Busro,” ujarnya.
Setelah mengetahui siapa pencuri barang koleksinya, Budi langsung menanyakan kepada Busro. “Saya panggil terus saya tanya, kamu punya salah apa. Tidak mengaku. Sampe 3 kali. Waktu saya marah akhirnya Busro mengaku. Katanya sekitar 10 kali,” ungkapnya.
Kemudian, korban menanyakan kembali kemana barang koleksinya itu dijual. Lagi-lagi, Busro tidak mengakuinya.
“Katanya ketemuannya di kafe. Dibayar cash. Kadang juga ketemu di warung kopi. Karena tak kunjung mengaku di buang (dijual) kemana saya lalu melihat print rekening koran Bank mandiri milik Busro ternyata bersih. Memang tidak ada transaksi,” beber Budi.
Dijelaskan korban, tak berhenti disana, rekening BCA milik Busro akhirnya ikut menjadi target untuk pembuktian dijual kepada siapa barang koleksi miliknya. “Saya suruh print rekening korannya. Terbukti ada transaksi dengan Ikhsan. Ternyata ada yang ditransfer dan terima tunai,” jelasnya.
Seketika itu, Budi mengatakan langsung menelepon terdakwa untuk mengetahui kebenaran barang koleksinya dijual Busro kepadanya.
“Waktu saya telepon untuk konfirmasi, Ikhsan mengaku tidak ikut terlibat. Padahal ada buktinya. Dia tahu Busro adalah karyawan saya. Kan sudah lama kenal. Apalagi ada nota pembelian dari Iksan ke Busro,” tegas Budi.
Atas keterangan korban, terdakwa Moh Iksan tanpa sanggahan langsung membenarkan. “Benar Pak,” ujarnya.
Dalam dakwaan jaksa, perbuatan terdakwa terjadi antara 2 September 2024 hingga 9 Juni 2025, sekitar pukul 15.00 WIB, di dua lokasi berbeda yakni Warkop di Jalan Nias, Gubeng dan Warkop di Jalan Pandegiling, Surabaya.
Jaksa memaparkan, awal mula perkara ini terjadi ketika terdakwa dihubungi oleh saksi Moch. Busro (yang diadili dalam berkas terpisah) melalui telepon dan WhatsApp. Dalam pertemuan itu, Moch. Busro menawarkan kepada terdakwa sejumlah uang asing dalam bentuk koin maupun uang kertas kuno.
Setelah melakukan pengecekan dan menghitung jumlah barang, terdakwa sepakat membeli koleksi tersebut dengan harga yang disepakati dan melakukan pembayaran melalui transfer rekening.
Uang kuno yang diperoleh terdakwa kemudian dijual kembali melalui grup Facebook jual beli uang kuno Indonesia. Terdakwa menawarkan barang dengan mengunggah foto-foto uang kuno, kemudian melakukan negosiasi harga dengan calon pembeli. Setelah harga disepakati, pembeli mentransfer uang ke rekening terdakwa, dan barang dikirim menggunakan jasa ekspedisi J&T maupun J&E.
Pembeli yang tercatat antara lain Agi Rizky di Bogor, Jurg di Jakarta Barat, Icuk Yuniarto dan Sapto Nugroho di Klaten, serta Irwan Fahmi di Medan.
Jaksa mendakwa perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUHP, karena sepatutnya ia mengetahui atau menduga barang yang diperjualbelikan berasal dari tindak kejahatan.












