Sidoarjo – Ratusan anggota komunitas GUSDURian Sidoarjo menggelar aksi solidaritas dan doa bersama di Monumen Jayandaru, Alun-alun Sidoarjo, Jumat malam (29/08), mulai pukul 19.00 WIB. Aksi ini sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi demokrasi di Indonesia, sekaligus mengenang wafatnya Affan Kurniawan, seorang driver online yang menjadi korban dalam aksi demonstrasi di Jakarta sehari sebelumnya.
Tidak hanya dari kalangan GUSDURian, aksi ini juga diikuti oleh ratusan massa ojek online (ojol) yang sebelumnya telah melakukan aksi serupa di Mapolresta Sidoarjo. Massa kemudian bergabung di alun-alun untuk bersama-sama menyalakan lilin, berdoa lintas agama, dan menabur bunga di bawah Monumen Jayandaru.
Aksi dimulai dengan pembacaan doa dari berbagai tokoh agama yang hadir. Perwakilan dari umat Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha secara bergantian memimpin doa sesuai keyakinan masing-masing, mencerminkan semangat pluralisme yang selama ini dijunjung oleh GUSDURian.
Nuansa hening dan haru begitu terasa ketika para peserta aksi secara bersama-sama menundukkan kepala, mendoakan almarhum Affan Kurniawan yang meninggal dunia karena terlindas mobil taktis milik Brimob Polda Metro Jaya dalam aksi (28/08), di Jakarta.
Tabur bunga menjadi penutup aksi malam itu. 1000 lilin menyala menciptakan suasana duka dan solidaritas yang mendalam di tengah warga Sidoarjo yang turut hadir menyaksikan.
Dedi Yusack, koordinator lapangan GUSDURian Sidoarjo, mengatakan bahwa aksi ini adalah bentuk keprihatinan dan seruan moral terhadap situasi demokrasi Indonesia yang menurutnya sedang tidak baik-baik saja. Ia menyampaikan bahwa aksi ini tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga merupakan panggilan nurani untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Ini adalah bentuk keprihatinan dan doa bersama oleh komunitas GUSDURian Sidoarjo, yang juga dihadiri oleh tokoh-tokoh dari berbagai lintas agama. Kami mengajak masyarakat Sidoarjo, termasuk para driver online, untuk berdoa dan merenung atas kondisi demokrasi kita hari ini,” ujar Dedi Yusack kepada media usai aksi.
Dedi juga menekankan bahwa peristiwa meninggalnya Affan Kurniawan bukanlah hal sepele yang bisa dilewatkan begitu saja. Baginya, Affan bukan sekadar korban, tetapi simbol dari suara rakyat kecil yang terpinggirkan dalam dinamika kekuasaan.
“Affan adalah rekan kita, saudara kita, yang hanya ingin memperjuangkan keadilan dan suara. Ia meninggal dunia dalam situasi yang seharusnya bisa dicegah. Kami sangat menyesalkan kejadian itu,” tambah Dedi.
Dalam pernyataannya, Dedi menyebut bahwa berdasarkan informasi dari pihak Kepolisian, total sudah ada tujuh pelaku yang terlibat dalam insiden tersebut dan kini tengah diproses secara hukum. Ia berharap proses hukum bisa berjalan transparan dan seadil-adilnya.
“Kami sudah mendengar dari Kapolda Metro Jaya bahwa tujuh pelaku telah ditangkap. Sekarang tinggal bagaimana keadilan itu ditegakkan secara nyata, tanpa ditutup-tutupi,” ujarnya tegas.
Aksi malam itu semakin mempertegas posisi GUSDURian sebagai kelompok masyarakat sipil yang aktif menyuarakan keadilan, kemanusiaan, dan kebebasan berekspresi, sebagaimana nilai-nilai yang diwariskan oleh mendiang Presiden keempat RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Dedi juga menjelaskan bahwa kehadiran tokoh-tokoh agama dalam aksi ini merupakan bentuk komitmen untuk terus menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang inklusif dan lintas batas kepercayaan. Menurutnya, ketika nyawa manusia menjadi korban, semua umat beragama harus bersatu menyuarakan kepedulian.
“Tadi hadir dari Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Empat tokoh agama ini hadir dalam satu barisan, satu suara: bahwa kekerasan dan penghilangan nyawa manusia tidak bisa dibenarkan dalam bentuk apa pun,” jelas Dedi.
Dukungan dari komunitas ojol juga menunjukkan bahwa solidaritas lintas profesi dan latar belakang masih sangat kuat di masyarakat.
Aksi damai ini berakhir dengan suasana penuh ketenangan dan keharuan. Meski singkat, pesan moral yang disampaikan malam itu menggema kuat di tengah keresahan sosial yang saat ini dirasakan banyak pihak. (rif)