Penulis : Johan Avie SH
Surabaya – Mendengar nama Cak Armuji yang viral baru-baru ini, penulis langsung teringat nama Diogenes dari Sinope. Seorang Filsuf Yunani Kuno yang terkenal dengan filsafat sinisme-nya. Meski tak mirip, namun mereka berdua serupa.
Di abad ke-7 sebelum Masehi, sekitar tahun 400-700 SM, Diogenes dilahirkan ke dunia. Pada masanya, ia dikenal sebagai filsuf sinisme yang nyeleneh. Kerjaannya adalah berjalan mengelilingi kota, masuk ke gang-gang kecil pada siang hari, sembari membawa sebuah obor yang menyala. Saat orang bertanya mengapa membawa obor di Tengah teriknya matahari siang, Diogenes selalu menjawab, “aku sedang mencari orang jujur yang sulit ditemukan”. Plato pun sering menyebutnya sebagai “Socrates yang sedang menjadi gila” (Socrates gone mad).
Sebagai seorang Filsuf Sinisme, Diogenes hidup untuk menentang keadaan-keadaan ilmiah yang dianggap lazim oleh warga Athena saat itu. Ia akan tinggal dan tidur dimanapun ia kehendaki. Tidak jarang ia tidur di pasar-pasar Athena, dan bergaul dengan para pengemis disana. Menurutnya, Moral dan Etika adalah keutamaan hidup, yang tidak cukup hanya diomongkan dan didiskusikan, namun harus dipraktekkan.
Selain soal moral dan etika, Diogenes juga terkenal sebagai penggagas cara hidup asketis, yang dalam bahasa kekinian disebut gaya hidup sederhana. Diogenes selalu mengkritik cara berpakaian warga perkotaan yang mewah dan glamor. Dan ia membenci cara hidup yang lebih mementingkan kekayaan material, dan status social. Menurutnya, setiap manusia harus bisa lepas bebas dari kemewahan dunia.
Sikap kritis terhadap budaya Athena saat itu adalah salah satu hal penting lainnya di dalam ajaran-ajaran Diogenes. Ia makan dimana saja, Ia tidur dimanapun dikehendakinya, bahkan berpakaian sesuka hatinya. Hal ini semata-mata dilakukan untuk menunjukkan perlawanan terhadap kelaziman nilai budaya masyarakat Athena saat itu.
Melihat sosok Cak Armuji, tidak jauh berbeda dengan Diogenes dari Sinope. Di tengah kakunya Birokrasi Pemerintah saat ini, tiba-tiba seorang wakil walikota bernama Armuji membuat rumah aspirasi. Sebuah kanal pengaduan bagi masyarakat yang hak-haknya dilanggar. Sikap Cak Ji, begitu ia disapa, juga kritis terhadap budaya-budaya birokratis yang selama ini dianggap lazim.
Cak Ji bahkan membuat Channel Youtube yang berisi dokumentasi kegiatannya mendampingi masyarakat. Meski salah satu kontennya sempat dilaporkan oleh seorang pengusaha ke Polda Jatim, namun konten-kontennya itu cukup efektif untuk mengatasi ketidakadilan akibat hambatan birokratis yang lama.
Sepertinya Cak Ji sadar, energinya seorang diri tidak cukup kuat untuk menggerakan birokrasi di Pemerintah Kota Surabaya yang penuh dengan kepentingan. Terutama, Cak Ji sepertinya juga menyadari bahwa Pejabat tidak wajar jika mengkritik keruwetan birokrasi di internalnya sendiri. Oleh karenanya, ia mendobrak itu semua melalui channel youtubenya. Persis seperti yang dilakukan oleh Ahok semasa menjabat menjadi Gubernur Jakarta. Sayangnya, di era Yunani Kuno belum ada Youtube. Jika ada, pasti Diogenes dari Sinope sudah membuat konten yang sama dengan Cak Ji.
Tanpa sadar, konten-konten digital yang dibuat Cak Ji dapat ditafsirkan sebagai bentuk perlawanannya terhadap lambatnya birokrasi di pemerintah daerah. Cak Ji ingin berbuat lebih bagi masyarakat Kota Surabaya, tetapi terhambat oleh aturan surat-menyurat tetek-bengek yang merepotkan dan lambat.
Konten Youtubenya adalah tameng, jika Upaya Cak Ji menerabas aturan-aturan birokrasi demi kepentingan rakyat nantinya dipermasalahkan oleh Penguasa. Dan terbukti, ketika Cak Ji dilaporkan ke Polda Jatim oleh salah satu pengusaha di Surabaya, ia pun mendapatkan dukungan luas dari masyarakat Surabaya. Semoga konten youtubenya memang untuk demikian. Semoga Cak Ji tidak sedang membangun pencitraan untuk kepentingan politik konstituens semata-mata.