Surabaya – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menuntut para terdakwa komplotan crypto selama 10 tahun penjara. Mereka adalah Abdul Rahim alias Apong, Oskar, Sahril Sidik alias Rudi, dan Meilina. Keempatnya terbukti membobol Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) sebesar Rp119,9 miliar
Bank plat merah itu dibobol melalui transaksi tak wajar sebanyak 483 kali hanya dalam waktu tiga jam. Uang hasil kejahatan siber itu kemudian ditransfer ke sejumlah bank swasta dan dipakai untuk membeli aset crypto.
Dalam surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim, Lujeng Andayani dan Rakhmawati Utami, para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum telah melanggar Pasal 4 UU.RI No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan dakwaan Pasal 82 UU.RI No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 10 tahun dikurangi selama para terdakwa berada dalam tahanan,” tutur JPU Kejati Jatim, Lujeng Andayani dalam sidang tuntutan yang digelar di Ruang Tirta, Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (2/7).
Terhadap tuntutan tersebut, keempat terdakwa yang melalui penasihat hukumnya mengajukan pembelaan pada sidang berikutnya. “Kami mengajukan pembelaan yang mulia,” ujar salah satu penasihat hukum para terdakwa.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa aksi pembobolan itu terjadi pada Sabtu, 22 Juni 2024, antara pukul 12.22 hingga 15.38 WIB. Dari hasil rekonsiliasi internal BI-FAST PT Bank Jatim, terdeteksi transaksi tak wajar ke berbagai rekening penerima, mayoritas milik perusahaan dan individu di Bank CIMB Niaga, Bank Mandiri, Bank Sinarmas, BRI, dan “Danamon.

Penerima terbesar yaitu dua rekening di Bank CIMB an. Raja Niaga Komputer (Rp 35,4 miliar) dan Evo Jaya Intan (Rp 29,7 miliar). Selain itu, dana juga mengalir ke rekening-rekening atas nama fiktif seperti Pasifik Jaya Angkasa, Digital Asia Elektri, dan Gergi Deska Sandi Putra.
Yang menjadi perhatian, seluruh dana ini berasal dari rekening Bank Jatim atas nama Titis Ajizah Oktaviana, senilai total Rp 119.957.541.943. Rekening tersebut teridentifikasi sebagai alat untuk menguras dana dari sistem Bank Jatim melalui script perintah palsu.
Uang hasil bobolan kemudian disamarkan lewat pembelian aset crypto. Dua rekening Bank Sinarmas masing-masing atas nama Ridduwan dan Sahril Sidik menerima dana lebih dari Rp 10 miliar, yang kemudian digunakan membeli crypto dan dikendalikan oleh Deni, yang kini masih buron (DPO).
JPU juga menyebut bahwa sejak awal 2024, terdakwa Sahril Sidik aktif merekrut orang untuk membuat rekening bank. Setiap rekening dijual dengan imbalan Rp 500 ribu, lengkap dengan buku tabungan dan akses mobile banking. Rekening-rekening itu kemudian diserahkan kepada Abdul Rahim alias Apong, lalu diteruskan ke Oskar dan Meilina, untuk dijadikan alat pencucian uang.
Untuk memuluskan aksinya, mereka menerima bayaran bulanan Rp 8 juta dari Deni. Dalam berkas terungkap, uang dari rekening hasil bobolan juga digunakan membeli crypto melalui dompet digital yang dikuasai Deni.
Barang bukti yang disita dan dirampas negara mencakup: 15 unit HP berbagai merek, sejumlah laptop dan komputer, buku tabungan puluhan nama, puluhan kartu debit dari berbagai bank, serta uang tunai Rp 944 juta yang dikembalikan ke Bank Jatim. Sementara beberapa perangkat dan simcard ditetapkan untuk dimusnahkan.












