Jakarta – Kejaksaan Agung RI berhasil membongkar modus operandi bisnis buzzer yang dimanfaatkan oleh koruptor untuk menggiring opini negatif terkait pengungkapan kasus korupsi besar. Salah satu bos buzzer, M Adhiya Muzakki, ditangkap setelah terbukti menerima bayaran Rp864,5 juta dari advokat Marcella Santoso untuk menyudutkan pihak Kejagung melalui narasi negatif di media sosial.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Muzakki membentuk tim bernama Cyber Army yang terdiri dari 150 anggota. Tim tersebut dibagi menjadi lima kelompok bernama Mustafa I hingga Mustafa V, dengan tugas utama menyebarkan konten negatif yang menyerang Kejagung.
“Tim Cyber Army ini terdiri dari lima kelompok dan setiap anggota menerima bayaran sekitar Rp1,5 juta untuk membuat dan menyebarkan konten negatif. Fokusnya adalah pengungkapan kasus korupsi besar seperti PT Timah, impor gula, dan suap ekspor crude palm oil (CPO),” jelas Abdul Qohar, Rabu (7/5/2025).
Tidak hanya menyebarkan konten negatif, Muzakki juga sempat merusak barang bukti berupa ponsel berisi komunikasi strategis dengan dua tersangka lainnya. “Ponsel tersebut berisi percakapan terkait strategi penyebaran konten negatif yang menyerang Kejagung. Namun, tersangka mencoba menghilangkan jejak dengan merusaknya,” tambah Abdul.
Saat ini, Kejagung masih terus mendalami kemungkinan adanya jaringan lain yang terlibat dalam operasi Cyber Army. Kasus ini menjadi perhatian publik karena menunjukkan bagaimana bisnis buzzer dapat digunakan untuk memanipulasi opini terkait penegakan hukum di Indonesia.