Surabaya — Arogansi atas nama senioritas kembali menelan korban di dunia pendidikan. Di lingkungan kampus kedinasan pelayaran Surabaya, seorang taruna yunior, Fauzan Firdaus, harus menanggung luka parah akibat dianiaya dua kakak tingkatnya, Naufal Mahfudz dan Fachry Arridho. Luka lebam di mata, telinga, punggung hingga tulang belakang yang bengkok, menjadi bukti betapa kekerasan mengatasnamakan “pembinaan” telah kebablasan.
Sidang perkara penganiayaan ini digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (12/6/2025). Dipimpin hakim Sih Yuliarti, dua terdakwa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka. Jaksa Deddy Arisandi menjerat keduanya dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, atau subsider Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
“Awalnya hanya menegur, karena Fauzan malas bersih-bersih mess,” kata Naufal di hadapan majelis hakim. Namun, teguran itu berubah menjadi amukan. Naufal mengaku melempar gelas ke arah korban, menendang dada Fauzan yang saat itu duduk, lalu memukul dan menendang bertubi-tubi.
Tak kalah brutal, Fachry ikut melayangkan tamparan, pukulan di dada, perut, betis hingga punggung korban. “Memang tidak ada SOP yang mengatur harus memukul yunior, hanya inisiatif saja,” dalih Fachry, yang justru membuat hakim geram. “Siapa yang bilang adik kelas harus dipukul? Ini kampus, bukan medan perang,” tegas hakim Sih Yuliarti.
Akibat aksi main hakim sendiri itu, Fauzan harus menjalani terapi akibat tulang belakangnya bergeser. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan adanya trauma serius pada rusuk, punggung, hingga tulang duduk.
Sidang akan berlanjut pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa. Sementara itu, kedua terdakwa yang sebelumnya nyaris menuntaskan studi kini harus menuntaskan masa hukuman mereka di balik jeruji.