Jakarta — Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan kisah mengejutkan di balik upayanya memberantas mafia beras di Indonesia. Dalam sambutannya saat menghadiri wisuda Universitas Hasanuddin, Kamis (10/4/2025), Amran menceritakan dirinya pernah ditegur langsung oleh seorang wakil presiden lantaran menutup perusahaan besar yang terlibat dalam praktik mafia beras.
Tanpa menyebut nama wakil presiden ataupun perusahaan yang dimaksud, Amran menegaskan keputusan penutupan itu diambil karena perusahaan tersebut terbukti melanggar aturan yang berlaku di Indonesia.
“Kami pernah ditegur oleh wapres karena menutup perusahaan mafia beras. Setelah ditelusuri, ternyata pemiliknya adalah para pemimpin besar di negeri ini,” ungkap Amran, dalam pernyataannya yang disiarkan lewat kanal YouTube Universitas Hasanuddin, Jumat (18/4/2025).
Meski mendapat teguran, Amran justru mengaku tetap bersyukur bisa menjalankan tugas sesuai komitmen, yakni menegakkan regulasi tanpa pandang bulu. “Kami dimarahi, tapi kami berterima kasih. Yang penting, perusahaan yang melanggar sudah kami tutup,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Tempo belum mendapatkan jawaban dari Amran terkait identitas wakil presiden ataupun perusahaan yang dimaksud. Upaya konfirmasi juga telah dilakukan kepada Staf Khusus Wapres, Tina Talisa, namun belum ada tanggapan.
Amran sendiri saat ini tengah fokus mendorong Indonesia mencapai swasembada pangan. Dia mengklaim, produksi padi nasional menunjukkan lonjakan signifikan. Pada Maret 2025, luas panen padi tercatat meningkat dari sekitar 900 ribu hektare menjadi lebih dari 1,2 juta hektare dibanding periode yang sama tahun lalu.
Untuk menjaga tren positif ini, Amran menekankan pentingnya evaluasi rutin oleh para penanggung jawab lapangan. “Kalau mau pangan kita aman, evaluasinya harus dilakukan setiap hari, bukan sebulan sekali,” tandasnya.
Langkah Amran ini menjadi bagian dari komitmen Kementerian Pertanian dalam menciptakan sistem pangan yang adil dan bersih dari permainan para mafia beras yang selama ini kerap merugikan masyarakat dan petani.