Surabaya – Eksekusi lahan Pasar Asem Payung yang berlokasi di Jalan Gebang Lor, Surabaya, akhirnya dilaksanakan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Kamis (22/5/2025). Meski berlangsung tanpa perlawanan, eksekusi ini tetap menuai sorotan dari pihak termohon terkait prosedur pengukuran lahan.
Eksekusi yang dikawal ketat oleh aparat kepolisian dan Satpol PP ini dilakukan berdasarkan penetapan Nomor 62/EKS/2024/PN.Sby. Permohonan eksekusi diajukan oleh Pemerintah Kota Surabaya melalui BPKAD, dengan tujuan mengembalikan fungsi lahan untuk kepentingan umum, khususnya sebagai area pasar.
“Eksekusi ini adalah upaya mengembalikan tanah pada peruntukan aslinya. Tanah ini akan difungsikan kembali sebagai pasar rakyat,” terang Setiyo Busono, kuasa hukum Pemkot Surabaya di lokasi.
Namun, dari pihak termohon, kuasa hukum Fatchul Nadim selaku ahli waris H.M. Rowi Dahlan, menyampaikan keberatannya terhadap akurasi pengukuran dan penetapan batas lahan.
“Batas yang dipakai Pemkot hanya sebatas pagar, padahal menurut data desa batas lahan sebenarnya melampaui itu. Ukurannya salah, luasannya juga tidak sesuai,” ujar kuasa hukum termohon, Mochamad Mas’ud.
Mas’ud menambahkan bahwa kliennya tetap akan menempuh jalur hukum, melalui Peninjauan Kembali (PK) dan gugatan ke PTUN.
“Meski kami tidak melakukan perlawanan fisik, upaya hukum luar biasa tetap kami tempuh. Ini belum selesai,” tegasnya.
Ia juga menyoroti penggunaan Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah (SIMBADA) sebagai dasar pencatatan aset, yang menurutnya digunakan secara tidak semestinya.
“Sistem itu seharusnya mencatat aset yang telah dikuasai, bukan mencari dulu lalu dicatat. Ini cacat secara prosedur,” kritiknya.
Pasca eksekusi, aktivitas perdagangan di Pasar Asem Payung terhenti total. Pemerintah Kota Surabaya menyampaikan akan menata ulang lahan tersebut sebagai bagian dari program revitalisasi fasilitas umum, meski dinamika hukum atas kepemilikannya masih berpotensi berlanjut.