Tulungagung – Para Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Tulungagung menyampaikan sejumlah keluhan terkait pendirian Koperasi Merah Putih yang diinisiasi oleh pemerintah pusat. Salah satu persoalan utama adalah minimnya minat warga menjadi pengurus koperasi karena tidak adanya insentif atau gaji.
Dalam kegiatan pengarahan pembentukan Koperasi Merah Putih yang digelar di Pendopo Kabupaten Tulungagung pada Jumat (2/5/2025), beberapa kades mengungkapkan kebingungan dalam menjalankan koperasi, terutama menyangkut sistem kerja sukarela bagi pengurus.
Kepala Desa Jarakan, Kecamatan Gondang, Suad Bagiyo menegaskan bahwa meski optimistis koperasi dapat berdiri, namun pelaksanaannya akan terhambat jika tidak ada insentif bagi para pengurus.
Kalau dijalankan hanya oleh sukarelawan, tidak akan ada yang mau. Pengalaman di BUMDes banyak yang mundur karena tidak digaji,” kata Suad.
Ia mencontohkan banyak BUMDes di Tulungagung gagal berkembang karena pengurusnya tidak digaji. Hanya segelintir BUMDes yang mampu bertahan, itu pun karena ada dukungan finansial.
Suad mengusulkan agar pemerintah mengalokasikan dana insentif bagi pengurus koperasi setidaknya pada tahun pertama. Menurutnya, minimal tiga pengurus bisa mendapatkan gaji sebesar Rp1 juta per bulan.
Siapa yang mau kerja tanpa dibayar? Anggarkan saja Rp40 juta per tahun, itu sudah membantu pengelolaan koperasi,” tambahnya.
Selain persoalan pengurus, Suad juga menyoroti potensi konflik usaha antara koperasi dan pelaku usaha lokal. Ia khawatir jenis usaha koperasi justru akan menyaingi usaha warga yang sudah lebih dulu berdiri, seperti toko kelontong.
Program Koperasi Merah Putih saat ini mendorong desa-desa untuk segera membentuk badan hukum dan mengajukan permodalan ke bank milik negara (Himbara). Namun menurut para kepala desa, implementasi di lapangan tidak semudah konsep di atas kertas.
Mendirikan koperasi mungkin mudah, tapi mencari orang untuk mengurusnya itu yang sulit,” tandas Suad.












