LUMAJANG — Polemik rencana pengadaan sepeda motor Honda PCX sebagai kendaraan operasional bagi 198 kepala desa di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menuai tanggapan beragam di tengah masyarakat. Sejumlah warga mempertanyakan urgensi fasilitas baru tersebut, di tengah asumsi bahwa kepala desa sudah memiliki kemampuan finansial pribadi.
Namun, dua kepala desa yang turut angkat bicara, yakni Suhanto dari Desa Kebonagung dan Samsul Arifin dari Desa Banjarwaru, menegaskan bahwa pemahaman publik perlu diluruskan. Mereka menegaskan, kendaraan dinas adalah milik pemerintah desa, bukan pribadi kades.
“Motor itu kan bukan milik pribadi kepala desa, tapi kendaraan operasional desa. Jadi jangan dicampuradukkan dengan kekayaan pribadi,” ujar Suhanto, Rabu (17/4/2025).
Senada dengan Suhanto, Samsul Arifin menambahkan bahwa kebutuhan kendaraan dinas sangat mendasar untuk menunjang mobilitas pemerintah desa yang kerap dihadapkan pada berbagai persoalan masyarakat. Menurutnya, kendaraan yang layak akan memperlancar pelayanan, bahkan bisa digunakan oleh perangkat desa lain jika diperlukan.
“Kami di desa ini sehari-hari mobilitas tinggi, dari rapat, mengurus warga sampai mendampingi ibu-ibu PKK. Kadang motor lama itu kurang mendukung, apalagi kalau yang pakai ibu-ibu,” jelas Samsul.
Selain faktor kebutuhan, para kepala desa juga memandang pengadaan kendaraan baru sebagai langkah efisiensi, mengingat motor lama lebih sering menguras biaya perawatan.
“Saya pernah servis motor dinas lama sampai habis Rp 500 ribu, itu baru satu kali. Kalau motor baru jelas lebih irit biaya servis dan perawatannya juga ringan,” kata Samsul.
Meski begitu, Suhanto dan Samsul menegaskan bahwa keberadaan motor operasional itu nantinya akan bersifat terbuka untuk kepentingan desa. Bukan hanya digunakan oleh kepala desa, melainkan juga bisa dimanfaatkan oleh perangkat desa maupun masyarakat dalam situasi tertentu.
“Kalau misal warga butuh, ya tentu kami pinjamkan, karena ini aset desa, bukan punya pribadi,” ujar Samsul.
Isu ini menjadi pengingat pentingnya pemahaman antara hak pribadi pejabat desa dan aset negara, sekaligus membuka ruang dialog soal transparansi pengelolaan fasilitas pemerintah di tingkat desa.