Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding, dengan memeriksa sejumlah saksi, termasuk mantan Direktur Utama Pertamina periode 2009–2014, KA.
Pemeriksaan yang berlangsung pada Selasa (22/4) dilakukan oleh tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sebagai bagian dari upaya mengungkap kasus korupsi besar yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun sepanjang 2018–2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa selain KA, ada lima saksi lain yang turut diperiksa hari ini. Mereka antara lain RS, analis produk ISC Pertamina; GI, penasihat CPO PT Berau Coal; AW, asisten manajer pengadaan PT Pamapersada Nusantara Group; serta AF dari Divisi Manajemen Risiko Operasional BRI.
Satu saksi lainnya, BP, merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk dana kompensasi atas kekurangan penerimaan badan usaha terkait kebijakan harga jual eceran BBM pada 2021 di Kementerian Keuangan.
“Pemeriksaan para saksi ini bertujuan untuk mendalami peran masing-masing dalam skema tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang menjadi fokus penyidikan,” kata Harli di Jakarta.
Dalam pengembangan kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka. Mereka berasal dari lingkungan Pertamina maupun pihak swasta, termasuk Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), dan Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International, Sani Dinar Saifuddin (SDS).
Tersangka lainnya adalah Vice President Feedstock Management Agus Purwono (AP), Dirut Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF), Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Maya Kusmaya (MK), serta VP Trading Operation Edwar Corne (EC).
Tiga tersangka dari sektor swasta yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW), serta Gading Ramadhan Joedo (GRJ), yang juga menjabat Dirut PT Orbit Terminal Merak.
Kejagung menyatakan masih menunggu hasil audit final dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna memastikan total kerugian negara secara resmi.