Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Hukrim

Kreditur di Surabaya Kecewa, Tak Dapat Sepeser pun Meski Aset Pailit Laku Rp33 Miliar

×

Kreditur di Surabaya Kecewa, Tak Dapat Sepeser pun Meski Aset Pailit Laku Rp33 Miliar

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Surabaya – Harapan Lazuardi Muliadji, seorang pengusaha asal Surabaya, untuk mendapatkan kembali dana pinjaman sebesar Rp1,1 miliar pupus sudah. Meski aset debitur telah terjual dalam proses lelang pailit, Lazuardi tak mendapatkan bagian sepeser pun dari hasil penjualan tersebut.

Kisah ini bermula dari pinjaman dana yang diberikan Lazuardi kepada rekannya, Suriawan, pemilik PT Jivan Jaya Makmur. Lazuardi mengaku meminjamkan dana sebesar Rp1,2 miliar berdasarkan hubungan pertemanan dan kepercayaan, yang diberikan dalam bentuk cek.

Example 300x600

Namun, tiga tahun berselang, Suriawan menyatakan tak mampu melunasi utangnya. Ia kemudian mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Surabaya, dan menawarkan aset berupa tanah dan bangunan di Jalan Pemuda sebagai jaminan pembayaran.

“Aset itu katanya akan dijual, lalu hasilnya dibayarkan ke saya. Tapi setelah saya tanda tangan berkas, tiba-tiba ada gugatan PKPU. Nama saya masuk sebagai kreditur konkuren,” kata Lazuardi.

Verifikasi piutang yang dilakukan pada 8 Mei 2023 menyatakan Lazuardi sebagai kreditur konkuren dengan nilai tagihan sebesar Rp1.116.000.000. Proses kemudian berlanjut ke lelang aset boedel pailit. Aset berupa dua sertifikat hak guna bangunan (SHGB) berhasil terjual dengan total nilai mencapai Rp33 miliar.

Namun ironisnya, saat daftar pembagian hasil lelang diumumkan, nama Lazuardi tak tercantum sebagai pihak yang menerima pembayaran. “Saya bingung, waktu verifikasi utang nama saya ada, tapi setelah lelang selesai saya tidak dapat apa-apa,” keluhnya.

Lazuardi mengaku sudah menghubungi Suriawan, namun diarahkan untuk menyelesaikan masalah ini dengan kurator yang menangani pailit. Pihak kurator, melalui Albert Laurenzia, menjelaskan bahwa pembagian nihil untuk Lazuardi disebabkan karena seluruh hasil penjualan dialokasikan terlebih dahulu kepada kreditur separatis, yakni pihak bank yang memiliki hak tanggungan atas aset.

“Sesuai UU No. 4 Tahun 1996, kreditur separatis memiliki hak prioritas atas pembayaran utang. Jadi, hasil penjualan aset digunakan untuk melunasi utang ke bank lebih dulu,” jelas Albert.

Kasus ini menyoroti kerentanan kreditur konkuren dalam proses pailit, di mana meskipun piutang telah diverifikasi secara hukum, hak atas hasil lelang bisa tergeser oleh kreditur dengan jaminan. Lazuardi kini hanya bisa berharap keadilan ditegakkan dan mekanisme perlindungan kreditur kecil bisa diperbaiki ke depannya.

Example 300250
Example 120x600