Islambad – Ketegangan di perbatasan India-Pakistan kembali meningkat setelah Angkatan Udara Pakistan (PAF) menembak jatuh dua jet tempur milik Angkatan Udara India pada Rabu (7/5/2025). Tindakan tersebut merupakan respons atas serangan rudal India yang menghantam sejumlah wilayah di Pakistan.
Juru bicara militer Pakistan, Letjen Ahmed Sharif Chaudhry, menyatakan bahwa dua pesawat tempur India jenis Rafale dan Sukhoi berhasil ditembak jatuh oleh pasukan Pakistan.
“Ada dua pesawat Angkatan Udara India yang dikonfirmasi telah ditembak jatuh,” ungkap Chaudhry, seperti dikutip dari CNN. “Kami juga mendapatkan laporan adanya kerusakan ganda baik di darat maupun udara akibat serangan tersebut,” tambahnya.
Serangan Rudal India Sasar Beberapa Kota di Pakistan
Sebelumnya, India melancarkan serangan rudal yang menargetkan kota Bahawalpur, Muridke, Bagh, Muzaffarabad, dan Kotli. Menurut laporan militer Pakistan, serangan tersebut menewaskan setidaknya tiga warga sipil dan melukai belasan lainnya.
“Dua masjid juga terkena serangan rudal India,” kata Chaudhry.
Sementara itu, pihak berwenang India belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden penembakan pesawat tersebut. Menteri Penerangan Pakistan, Attaullah Tarar, menyatakan bahwa tanggapan Pakistan masih berlangsung, namun ia menolak merinci lebih lanjut.
Ketegangan Memuncak Pasca-Serangan di Kashmir
Ketegangan ini terjadi setelah serangan bom di Pahalgam, Kashmir, pada 22 April 2025 yang menewaskan 26 orang. India menuding Pakistan berada di balik serangan tersebut, namun Pakistan membantah tuduhan tersebut.
Sejak konflik besar terakhir pada tahun 2019, kedua negara diketahui telah memperkuat kemampuan militer mereka. India kini memiliki 36 jet tempur Rafale buatan Prancis, sementara Pakistan mendapatkan J-10 dari China yang dianggap setara dengan Rafale.
Selain itu, India juga telah mengamankan sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia, sedangkan Pakistan mendapatkan HQ-9 dari China.
“Kemampuan militer kedua negara semakin meningkat, dan ini bisa menjadi ancaman eskalasi konflik di kawasan,” ujar Muhammad Faisal, peneliti keamanan Asia Selatan dari Universitas Teknologi Sydney.
