Jakarta – Sejumlah peristiwa politik nasional menjadi perhatian publik pada Rabu, 23 April 2025, mulai dari sorotan terhadap proses hukum Direktur Pemberitaan Jak TV hingga sanksi terhadap Bupati Indramayu Lucky Hakim.
KKJ Kritik Penetapan Direktur Jak TV Sebagai Tersangka
Penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan mendapat respons keras dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ). Koordinator KKJ Erick Tanjung menyebut langkah Kejaksaan Agung sebagai bentuk kesewenang-wenangan yang berpotensi mengancam kebebasan pers.
Menurut Erick, penggunaan konten pemberitaan media sebagai alat bukti tanpa melibatkan Dewan Pers bisa mencederai prinsip kemerdekaan pers. “Ini bisa menjadi preseden buruk, karena jurnalis seolah dikriminalisasi atas kontennya,” ujar Erick.
Pihak Kejaksaan membantah tudingan tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menjelaskan, Tian Bahtiar terlibat dalam pemufakatan jahat bersama dua pengacara untuk menyebarkan informasi yang dianggap mengganggu proses hukum.
Bupati Indramayu Lucky Hakim Disanksi karena Pelesiran Tanpa Izin
Bupati Indramayu Lucky Hakim dikenai sanksi administratif oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) setelah melakukan perjalanan luar negeri tanpa izin resmi. Sanksi tersebut berupa kewajiban mengikuti pendalaman tata kelola politik dan pemerintahan selama tiga bulan di Kemendagri.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan, Lucky diwajibkan hadir minimal sekali dalam sepekan di berbagai unit Kemendagri. “Ini menjadi pembelajaran agar kepala daerah lebih tertib administratif,” kata Bima.
Meski tidak terbukti menggunakan dana APBD, pelanggaran prosedur dinilai cukup serius. Lucky tetap diminta menjalankan tugasnya sebagai bupati selama masa pembinaan.
Komisi XIII DPR Dorong Pengusutan Kembali Eksploitasi di OCI
Sementara itu, Komisi XIII DPR RI mendesak kepolisian untuk membuka kembali kasus dugaan eksploitasi mantan pemain sirkus di Oriental Circus Indonesia (OCI). Wakil Ketua Komisi XIII, Sugiat Santoso, menyebut ada indikasi kuat perdagangan anak sejak usia dini yang dilakukan oleh pengelola OCI.
Meski kasus ini sempat dihentikan pada 1997 karena kurang bukti, Sugiat menilai kesaksian dan hasil kajian dari Komnas HAM serta Komnas Perempuan dapat menjadi pintu masuk hukum. “Ini pelanggaran HAM berat. Jangan sampai kasus ini terkubur tanpa kejelasan,” ujarnya.