Surabaya – Polemik perlakuan terhadap karyawan kembali mencuat di Kota Surabaya. Kali ini sorotan tertuju pada sebuah perusahaan tekstil dan fashion milik pengusaha India yang diduga membatasi hak beribadah para karyawannya.
D’Fashion Textile and Tailor, yang berlokasi di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, menuai kecaman usai ketahuan memberlakukan sistem salat Jumat bergilir kepada para karyawannya. Temuan ini langsung mendapat respons cepat dari Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji.
Armuji, atau akrab disapa Cak Ji, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke perusahaan tersebut pada Rabu (23/4/2025), usai menerima laporan dari salah satu karyawan bernama Johan.
“Dalam Islam, salat Jumat itu wajib bagi laki-laki muslim. Kok bisa-bisanya digilir? Ini bukan hal yang bisa ditawar-tawar,” ujar Cak Ji saat bertemu langsung dengan General Manager D’Fashion, Prakas.
Menurut pengakuan Prakas, sistem bergilir itu dibuat agar toko tetap beroperasi melayani pembeli. Namun, Cak Ji menolak keras kebijakan tersebut dan menyebutkan bahwa seharusnya pengaturan kerja bisa dibuat agar karyawan laki-laki tetap bisa menjalankan ibadah tanpa harus melanggar hak-haknya.
“Kalau 30 karyawan itu banyak perempuan, kan bisa diatur. Buat sistem shift, bukan malah batasi ibadah,” tegas Cak Ji.
Gaji di Bawah UMK dan Jam Kerja Tak Wajar
Selain soal salat Jumat, Johan juga mengungkapkan keluhan lain terkait jam kerja yang mencapai 12 jam per hari dan gaji hanya Rp 2,5 juta per bulan, jauh dari upah minimum kota (UMK) Surabaya. Bahkan, disebutkan pula bahwa karyawan tidak mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan maupun Kesehatan.
Prakas tak membantah tudingan tersebut dan menyatakan akan segera memperbaiki sistem kepegawaian. Ia juga mengaku belum memiliki kontrak tertulis dengan para karyawan, hanya perjanjian lisan.
“Kami akan membuat sistem shift dan memperjelas status karyawan dengan kontrak tertulis,” ujar Prakas.
Cak Ji pun menegaskan bahwa pihak Pemkot Surabaya akan terus memantau pembenahan di perusahaan tersebut, termasuk memastikan hak-hak pekerja dipenuhi sesuai undang-undang ketenagakerjaan.
“Semua harus jelas, tertulis, dan saling menghargai. Jangan sampai ada lagi karyawan yang dirugikan,” pungkasnya.