Sidoarjo – Kasus dugaan penyerobotan tanah aset desa kembali mengguncang Kabupaten Sidoarjo. Kali ini, sorotan tertuju pada Desa Trosobo, Kecamatan Taman, yang kembali menyeret nama Kepala Desa nonaktif Heri Achmadi dan mantan Ketua BPD, Supriyo. Keduanya diduga kuat mengalihkan status tanah milik desa menjadi milik pribadi melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2023, ketika Heri masih menjabat sebagai Kepala Desa.
Permasalahan ini mencuat setelah Tantri Sanjaya, warga Desa Trosobo, melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur. Dalam laporannya, Sanjaya menyebut ada 7 bidang tanah yang sejatinya merupakan aset desa, namun kemudian diterbitkan sertifikat atas nama Heri Achmadi dan Supriyo—masing-masing 3 dan 4 bidang.
Tak berhenti di situ, laporan aduan ini juga menyeret nama oknum anggota DPRD Sidoarjo, H. Saifuddin Affandi, yang diduga menerima gratifikasi dana bantuan keuangan untuk pembangunan BUMDes “Wahana Wisata Edukasi Tirta Banyu Bening” di Desa Trosobo. Dugaan ini menambah kompleksitas kasus dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Dalam perkembangan terbaru, muncul sosok Kyai Umar, warga Jatikalang, Krian, yang mengaku sebagai perantara dari Heri Achmadi dan Supriyo. Ia mendatangi Sanjaya dan memintanya mencabut laporan di Polda Jatim. Tidak hanya itu, Kyai Umar bahkan menawarkan uang damai sebesar Rp5 juta.
“Saya ditawari uang lima juta rupiah oleh Kyai Umar, katanya agar saya mencabut laporan di Polda. Tapi saya tolak. Ini bukan soal uang, tapi soal keadilan dan kebenaran,” tegas Sanjaya saat ditemui Rabu (03/09/2025).
Kyai Umar juga sempat menyampaikan niat menyerahkan kembali tujuh sertifikat tanah tersebut kepada Pemerintah Desa Trosobo melalui Pelaksana Harian (Plh) Kepala Desa, Sukaryono. Namun penyerahan batal dilakukan karena sertifikat masih terdaftar atas nama pribadi dan belum dibalik nama menjadi aset desa.
Pihak kuasa hukum Heri Achmadi dan Supriyo sempat menyerahkan salinan (foto copy) tujuh sertifikat tersebut kepada Sukaryono. Namun, setelah dua minggu, usai laporan tidak dicabut oleh pelapor, pihak kuasa hukum menarik kembali dokumen tersebut dari pihak desa.
Sukaryono menilai, isi surat kuasa yang menyertai penyerahan sertifikat sangat bermasalah. “Isi surat kuasa itu menyebutkan bahwa setelah sertifikat diserahkan ke pihak desa, maka segala tanggung jawab atas tanah tersebut bukan lagi menjadi urusan mereka (Heri dan Supriyo). Ini sangat tidak etis, padahal sertifikat itu secara ilegal sudah menjadi atas nama pribadi mereka,” ujar Sukaryono.
Menurut Sukaryono, Pemdes Trosobo merasa sangat dirugikan. Ia menegaskan bahwa aset desa tidak bisa seenaknya dialihkan menjadi milik pribadi, apalagi melalui program pemerintah seperti PTSL yang seharusnya pro-rakyat, bukan justru dimanfaatkan untuk kepentingan individu.
Karena laporan Sanjaya tidak dicabut dan Pemdes Trosobo menolak klausul surat kuasa yang dianggap merugikan desa, pihak kuasa hukum akhirnya menarik kembali sertifikat tersebut. Ini menambah kecurigaan masyarakat atas indikasi permainan dalam proses pengalihan aset desa.
Sanjaya juga mengaku mendapatkan tekanan verbal dari Kyai Umar. “Beliau (Umar) bilang, ‘Sudah sampeyan cabut aja laporannya, dari pada nanti dituntut balik, karena sudah ada riwayat tanah sah milik Supriyo yang diterbitkan oleh Kepala Desa Heri Achmadi’,” ujarnya menirukan ucapan Umar.
Lebih lanjut, berdasarkan informasi yang dihimpun, satu bidang tanah yang telah disertifikatkan atas nama Supriyo ternyata sempat diperjualbelikan. Bahkan, sudah berdiri bangunan rumah di atasnya. Namun, setelah kasus ini mencuat, uang hasil penjualan tersebut dikembalikan kepada pembeli.
Kasus ini menjadi perhatian luas karena menyangkut aset milik desa yang seharusnya digunakan untuk kepentingan bersama. Proses alih status kepemilikan yang diduga tanpa prosedur yang benar, menciptakan keresahan dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap aparatur desa.
“Saya berharap aparat penegak hukum bertindak tegas dan transparan dalam kasus ini. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan karena tanah milik desa bisa begitu saja menjadi milik pribadi,” ujar Sanjaya.
Pemerintah Desa Trosobo, melalui Plh Kades Sukaryono, menyatakan akan terus mendukung proses hukum. “Kami siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Ini bukan sekadar konflik pribadi, ini soal aset desa,” tegas Sukaryono.
Saat ini, kasus dugaan penyerobotan aset desa dan gratifikasi dana bantuan BUMDes masih dalam tahap penyelidikan (lidik) oleh Ditreskrimsus Polda Jatim. Publik berharap proses hukum berjalan adil dan tidak pandang bulu. (rif)