Surabaya – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis ringan selama dua tahun penjara kepada empat terdakwa pembobol Bank Jatim sebesar Rp119,9 miliar. Para terdakwa tersebut hanya dinyatakan terbukti bersalah turut serta dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Padahal, para terdakwa sindikat pencucian uang berbasis pishing yang terdiri dari Sahril Sidik, Abdul Rahim, Oskar dan Meilisa itu sebelumnya dituntut selama 10 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lujeng Andayani dan Rakhmawati Utami dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Atas tuntutan tersebut, majelis hakim yang diketuai Ni Putu Sri Indayani menyatakan tidak sependapat. Para terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum dalam Pasal 4 UU.RI No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan dakwaan Pasal 82 UU.RI No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Membebaskan para terdakwa oleh karena itu dari dakwaan kesatu primair, subsidair, lebih subsidair dan dakwaan kedua primair tersebut,” kata Hakim Ni Putu Sri Indayani saat membacakan amar putusannya di ruang Tirta, Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (6/8/25).
Lebih lanjut Ni Putu mengatakan bahwa para terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.
“Dan dengan sengaja menerima suatu dana, yang diketahuinya berasal dari perintah transfer dana yang dibuat secara melawan hukum sebagaimana dakwaan kesatu lebih subsidair lagi dan dakwaan kedua subsidair,” ucapnya.
Sementara itu, terkait pidana yang dijatuhkan, selain hukuman badan selama 2 tahun, majelis hakim juga menambahkan pidana denda sebesar Rp10 juta kepada masing-masing terdakwa.
“Apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” imbuh Hakim Ni Putu.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa aksi pembobolan itu terjadi pada Sabtu, 22 Juni 2024, antara pukul 12.22 hingga 15.38 WIB. Dari hasil rekonsiliasi internal BI-FAST PT Bank Jatim, terdeteksi transaksi tak wajar ke berbagai rekening penerima, mayoritas milik perusahaan dan individu di Bank CIMB Niaga, Bank Mandiri, Bank Sinarmas, BRI, dan Danamon.
Penerima terbesar yaitu dua rekening di Bank CIMB an. Raja Niaga Komputer (Rp 35,4 miliar) dan Evo Jaya Intan (Rp 29,7 miliar). Selain itu, dana juga mengalir ke rekening-rekening atas nama fiktif seperti Pasifik Jaya Angkasa, Digital Asia Elektri, dan Gergi Deska Sandi Putra.
Yang menjadi perhatian, seluruh dana ini berasal dari rekening Bank Jatim atas nama Titis Ajizah Oktaviana, senilai total Rp 119.957.541.943. Rekening tersebut teridentifikasi sebagai alat untuk menguras dana dari sistem Bank Jatim melalui script perintah palsu.
Uang hasil bobolan kemudian disamarkan lewat pembelian aset crypto. Dua rekening Bank Sinarmas masing-masing atas nama Ridduwan dan Sahril Sidik menerima dana lebih dari Rp 10 miliar, yang kemudian digunakan membeli crypto dan dikendalikan oleh Deni, yang kini masih buron (DPO).
JPU juga menyebut bahwa sejak awal 2024, terdakwa Sahril Sidik aktif merekrut orang untuk membuat rekening bank. Setiap rekening dijual dengan imbalan Rp 500 ribu, lengkap dengan buku tabungan dan akses mobile banking. Rekening-rekening itu kemudian diserahkan kepada Abdul Rahim alias Apong, lalu diteruskan ke Oskar dan Meilina, untuk dijadikan alat pencucian uang.
Untuk memuluskan aksinya, mereka menerima bayaran bulanan Rp 8 juta dari Deni. Dalam berkas terungkap, uang dari rekening hasil bobolan juga digunakan membeli crypto melalui dompet digital yang dikuasai Deni.
Barang bukti yang disita dan dirampas negara mencakup: 15 unit HP berbagai merek, sejumlah laptop dan komputer, buku tabungan puluhan nama, puluhan kartu debit dari berbagai bank, serta uang tunai Rp 944 juta yang dikembalikan ke Bank Jatim. Sementara beberapa perangkat dan simcard ditetapkan untuk dimusnahkan.