Jakarta — Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang mulai diberlakukan, hukuman mati tidak serta merta langsung dilaksanakan. Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa KUHP kini memberikan ruang masa percobaan selama 10 tahun bagi terpidana mati.
Hal itu diatur dalam Pasal 99 dan 100 KUHP baru, yang memberi kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman mati dengan opsi masa percobaan.
“Apabila selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, maka Presiden dapat mengubah pidana mati menjadi penjara seumur hidup,” ujar Yusril dalam pernyataan tertulis, Rabu (9/4/2025).
Tuntutan Hukuman Mati Harus Disertai Alternatif
Selain itu, dalam KUHP yang baru, jaksa tidak bisa sembarangan menuntut pidana mati. Jaksa diwajibkan menyertakan alternatif hukuman lain, seperti penjara seumur hidup, sebagai bahan pertimbangan hakim.
“Ini memberikan ruang bagi keadilan yang lebih berimbang dan memperhatikan aspek kemanusiaan,” lanjut Yusril.
Eksekusi Tidak Langsung Dilakukan
Eksekusi hukuman mati juga tidak akan langsung dilakukan setelah vonis dijatuhkan. Menurut Yusril, KUHP baru menegaskan bahwa pidana mati hanya bisa dieksekusi setelah grasi ditolak Presiden.
“Permohonan grasi wajib diajukan oleh terpidana, keluarga, atau penasihat hukumnya sesuai ketentuan KUHAP,” jelasnya.
Penghormatan terhadap Hak Hidup
Yusril menegaskan bahwa pendekatan baru ini merupakan wujud penghormatan terhadap hak hidup, yang dianggap sebagai hak dasar manusia dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
“Bagaimanapun juga, hakim dan pemerintah adalah manusia biasa yang bisa saja salah dalam memutuskan,” kata Yusril.
Dengan pendekatan kehati-hatian dan masa percobaan 10 tahun ini, KUHP baru diharapkan mampu memberikan ruang keadilan yang lebih manusiawi, terutama bagi terpidana mati yang masih memiliki potensi untuk berubah.